Jalesveva Jayamahe!
Raksamahiva Camudresu Nusantrasya.
Kedaulatan Laut adalah Harga Mati NKRI !
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar
didunia yang terdiri dari 17.504 pulau. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai negara
maritim telah mendapatkan pengukuhan statusnya dengan Hukum Laut Internasional
1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS 1982). Dengan
demikian NKRI telah mendapat jaminan atas hak-haknya sebagai negara maritim.
Berkah yang diberikan UNCLOS 1982 ini sepatutnya kita syukuri, karena
Indonesia-lah negara yang paling diuntungkan, mengingat NKRI adalah negara
maritim yang memiliki wilayah perairan terluas, lebih luas dari wilayah daratan
(3x luas daratan luas daratan 2.027 km2, luas perairan 6.184.280 km2). Perairan Indonesia yang kaya akan hasil
perikanannya tersebut seharusnya dapat di jadikan daya tarik pariwisata, serta
devisa negara dalam berbagai aspek. Disamping itu masih banyak pulau yang belum
tersentuh sampai saat ini yang merupakan potensi sumber alam dan kekayaan
bangsa ini. Begitu banyaknya permasalahan politik di
negeri ini, sehingga kita dapat melihat bahwa kurang jelihnya pemerintah dalam
mengelola sumber yang sudah tersedia di depan mata. Karena itu keterlantaraan
potensi kekayaan bangsa pun masih belum di pikirkan sampai sekarang. Ditambah
lagi sengketa wilayah teritorial dengan negara tetangga Malaysia. Mulai dari
kasus pulau Sipadan dan Ligitan sampai dengan kasus pulau Ambalat. Ini
menandakan bahwa masih rapuhnya hukum nasional yang mengatur tentang pulau
terlantar, batas wilayah, serta teritorial laut Indonesia.
Sebagai konsekuensi dari adanya Hukum
Laut Internasional (HLI), Indonesia dihadapkan pada beban tugas yang berat
yaitu mengelaborasi dan menjabarkan HLI ini untuk kepentingan sendiri dan untuk
pengaturan lalu-lintas laut internasional yang cukup padat (karena kedudukan
wilayah NKRI yang strategis) serta melaksanakan perundingan dengan
negara-negara tetangga untuk menentukan batas perairan, semua itu perlu
dilakukan dalam rangka penegakan wilayah kedaulatan NKRI. Untuk itu pemerintah dihimbau untuk menigkatkan
pertahanan dan keamanan laut
serta memberdayakan sumber daya alam dari pulau-pulau kecil terluar di wilayah
Indonesia. Tujuannya agar mencegah
illegal fishing , pencemaran laut,
serta pulau-pulau terluar memiliki status kepunyaan dan dapat dikelola
oleh anak bangsa khususnya daerah-daerah pengelola, supaya tidak jatuh ke
tangan negara lain yang ingin mengklaim aset bangsa kita.
UNCLOS 1982 Bukanlah sebuah Jawaban
Sudah seperempat abad UNCLOS 1982
diberlakukan, tetapi belum begitu banyak tugas-tugas yang telah kita
rampungkan. Masalahnya adalah, kita tidak memiliki ahli hukum laut yang cukup
dan anggaran/finansial yang sangat terbatas, padahal tugas-tugas tersebut
memerlukan biaya sangat besar. Di lain pihak begitu luas dan panjangnya
perbatasan darat dan perairan negara-negara yang harus ditetapkan/dikukuhkan
dengan kesepakatan bersama. Ada 3 negara yang berbatasan darat dengan NKRI
yaitu Malaysia, Papua Nugini (PNG) dan Timor Leste dan ada 10 negara yang
berbatasan laut dengan NKRI yaitu : Malaysia, Singapura, Thailand, India,
Singapura, PNG, Australia, Vietnam, Filipina dan Palos. Sebagian besar
negara-negara tersebut berada di sebelah utara NKRI yang relatif penduduknya
lebih padat daripada penduduk pulau-pulau Indonesia yang berbatasan dengan
negara-negara tersebut yaitu : Kalimantan, Sulawesi, Kep. Maluku dan Papua.
Permasalahan kawasan perbatasan darat dirasakan lebih berat dan lebih rumit.
Penegasan garis batas (border lines) antara RI Malaysia di Pulau Kalimantan
yang telah dikerjakan sejak 1975, sepanjang + 2004 km hingga saat ini belum
tuntas diundangkan, karena ada permasalahan (perbedaan pandangan) pada sejumlah
segmen batas yang belum disepakati. Demikian pula dengan perbatasan darat
RI-PNG di Papua (+ 715 km). Padahal keberadaan garis batas yang sudah sah
secara hukum adalah sangat penting karena border lines ini merupakan prasarana
utama penegakan wilayah kedaulatan negara sekaligus merupakan sarana perekat
kesatuan bangsa.
Belum lagi masalah Pulau – Pulau
Kecil Perbatasan (PPKB) yang berada di kawasan perbatasan negara
jumlahnya mencapai 92 buah pulau. Menurut pasal 8 UU No. 43 Tahun 2008 tentang
Negara Wilayah yakni secara yurisdiksi, Indonesia berbatasan dengan wilayah yurisdiksi
Australia, Filipina, India, Malaysia, Papua Nugini, Palau, Thailand, Timor
Leste, dan Vietnam. Pulau-pulau tersebut memiliki nilai strategis secara
geopolitik, geoekonomi, geografi maupun geo-kultural.
Keberadaan Pulau-Pulau Kecil Perbatasan
berperan strategis dengan batas wilayah negara. Hal ini sudah dituangkan dalam
Undang-Undang (UU) wilayah negara No. 43 Tahun 2008 yang menyebutkan bahwa
pentingnya ”pengelolaan terpadu untuk kawasan perbatasan” sehingga kawasan
itu memposisikan
dirinya sebagai wilayah terdepan NKRI. Karena itu pembangunan wilayah batas
negara terutama PPKB lebih mendapatkan prioritas untuk jaminan keamanan dan
pertahanan negara, keutuhan wilayah perbatasan, menumbuhkan kesadaran
kebangsaan, pemberdayaan ekonomi dan sosial budaya masyarakat. Hal ini secara
tegas diuraikan dalam Pasal 3 UU tersebut bahwa tujuan pengaturan wilayah
negara adalah untuk menjamin keutuhan wilayah negara, kedaulatan negara, dan
ketertiban di Kawasan Perbatasan demi kepentingan kesejahteraan segenap bangsa;
menegakkan kedaulatan dan hak-hak berdaulat; dan, mengatur pegelolaan dan pemanfaatan
wilayah negara dan Kawasan Perbatasan, termasuk pengawasan batas-batasnya.
Secara politik, keberadaan pulau-pulau
perbatasan maritim memiliki nilai strategis karena menyangkut posisi tawar
Indonesia di mata dunia internasional. Contoh kasusnya pada tahun 2002, Indonesia mengalami
kekalahan dalam Mahkamah Internasional di Denhag Negeri Belanda dalam kasus
perebutan pulau Sipadan-Ligitan dengan Malaysia. Perbandingan suaranya 16
mendukung Malaysia dan 1 mendukung Indonesia. Praktis memberikan pukulan telak bagi pihak di
Indonesia, khususnya
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) maupun Kementerian Luar Negeri (KEMLU). Kekalahan
Indonesia ini seharusnya membangunkan kesadaran geografis dari semua pihak di
negeri tercinta ini.
Kusutnya Pertahanan dan Pemberdayaan Wilayah
Teritorial Indonesia
Permasalahan
yang timbul adalah dari 17.504
pulau di Indonesia, 4.168 pulau belum diberi nama dan mungkin belum
terjamah. Dalam bukunya Beyond Borders, I Made Arsana megatakan pada
tahun 2008 pemerintah Indonesia siap membuat pengajuan kepada PBB mengenai
status pulau-pulau kecil, setelah pengverifikasian 3.046 pulau di 11 provinsi
Indonesia. Dari kutipan tersebut sangat jelas bahwa pemerintah lamban dalam
menentukan sikapnya terhadap kepulauan kecil. Selain itu permasalahan
tentang kondisi pulau-pulau kecil terluar yang berbatasan
langsung dengan negara lain, yaitu dengan India (3 pulau), Malaysia (22 pulau),
Singapura (5 pulau), Malaysia dan Vietnam (1 pulau), India dan Thailand (1
pulau), Filipina (11 pulau), Vietnam (2 pulau),
Australia (24 pulau), Palau (8 pulau), dan Timor Leste (6 pulau),
sementara 9 pulau lainnya berbatasan langsung dengan laut lepas.(Sumber : Wikipedia) Potensi
pulau-pulau di perbatasan laut cukup besar dan bernilai ekonomi dan lingkungan
yang tinggi. Beberapa pulau dapat dikembangkan sebagai kawasan konservasi penyu
dan kawasan wisata bahari karena kondisi alamnya yang indah. Selain itu, cukup
banyak pula pulau-pulau kecil yang telah di sewakan oleh pemerintah untuk
dikelola para investor asing. Namun demikian, tidak seluruh pulau dapat
dikembangkan karena kondisi alam yang tidak memungkinkan.
Dari
keseluruhan pulau-pulau terluar yang ada, hanya 33 pulau yang dihuni oleh
manusia. Pulau-pulau yang tidak dapat dihuni pada umumnya berupa pulau berbatu
atau pulau karang dengan luasan yang kecil sehingga sulit untuk didarati oleh
kapal. Secara umum, pulau-pulau kecil terluar
menghadapi permasalahan yang hampir serupa satu sama lain. Sebagian besar
pulau-pulau kecil terluar merupakan pulau terpencil dengan aksesibilitas yang
rendah serta tidak memiliki infrastruktur yang memadai. Karena jauhnya
keterjangkauan dari pulau utama, pulau-pulau kecil terluar ini berpotensi bagi
sarang perompak dan berbagai kegiatan ilegal. Disamping itu, sebagai kawasan
perbatasan, sebagian besar pulau kecil terluar belum memiliki garis batas laut yang jelas dengan negara
lain serta rawan terhadap ancaman sosial budaya, pertahanan, dan keamanan.
Bisnis Jual dan Sewa Pulau
Kecil Menjadi Idaman Pemerintah Pusat
dan Daerah
Alasan rencana menyewakan pulau tak lebih dari sikap latah
Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan (DELP) yang memakai alasan krisis
ekonomi yang mendera negara sejak 1997/1998, memaksa semua pihak untuk mencari
alternatif keluar dari krisis, sekaligus agar bisa berperan dalam memecahkan
masalah perekonomian nasional. Menurut DELP, dari berbaai sumber, daripada
2.000-10.000 pulau kecil yang terlantar dan tak berpenghuni, lebih baik
dimanfaatkan untuk bisa menambah penghasilan negara sekaligus untuk membayar
utang luar negeri. Diperkirakan penyewaan 2.000 pulau bisa memberi masukan 20
milyar dollar AS selama 20 tahun, bila penyewa dikenakan tarif 2-10 juta dollar
AS setiap pulau selama 20 tahun. Belum lagi masyarakat dan Pemerintah Daerah
(Pemda) setempat juga dapat memperoleh manfaat ekonomi seperti dari wisata laut
yang dikembangkan di setiap pulau yang disewa oleh investor. Beberapa pengusaha
dari Kuwait, Singapura, Jepang, sudah menanggapi secara positif. Alasan kedua
dianggap aneh oleh banyak pihak. Yaitu alasan konservasi. Melakukan konservasi
dengan mendatangkan pihak asing merupakan suatu paradoks, hal yang
bertentangan. Sebab, masuknya asing biasanya dilandasi kepentingan bisnis,
daripada konservasi. Apalagi pihak asing itu adalah investor.
Rencana pemerintah, pengelolaan 2.000 pulau yang disewakan
hanya meliputi untuk konservasi, ekowisata (seperti menyelam, berselancar,
snorkling), budidaya laut, dan penangkapan ikan. Pengelolaan pulau tidak boleh
untuk kegiatan negatif seperti perjudian dan limbah. DELP menyatakan, tidak
seluruh luas pulau yang disewakan akan diberikan kepada investor. Namun hanya
40 persennya saja. 60 peren dari luas pulau akan dijadikan sebagai kawasan `sabuk
hijau’. DELP hanya akan mengelola pulau kecil yang berjarak melebihi 12 mil
dari garis pantai. Sedangkan yang berjarak di bawah 12 mil dari garis pantai,
sepenuhnya menjadi hak hak Pemda sesuai dengan ketentuan otonomi daerah.
Pulau-pulau Indonesia yang tercatat sudah disewakan adalah Pulau Galang Baru,
Pulau Sebaik. Pulau Tatawa, Pulau Panjang, Pulau Meriah, Pulau Bawah, Pulau
Bengkoang, Pulau Geleang, Pulau Kembar, Pulau Kumbang, Pulau Katang, Pulau
Krakal Kecil, Pulau Krakal Besar, dan lain-lain. (Kementerian Kelautan dan
Perikanan)
Bukan hanya penyewaan saja, bahkan penjualan pulau-pulau
kecil pun santer terdengar di media cetak maupun online. Berita yang dilansir
dari Detik dan Republika yaitu pulau yang ramai lagi sepekan terakhir, yang
dikabarkan dijual adalah Macaroni dan Kandui. Pulau Macaroni dijual seharga US$ 1,6 juta, Pulau Macaroni
US$ 4 juta, dan Kandui US$ 8 juta. Seperti yang tertera dalam situs
www.pribateislandsonline.com, tiga pulau di Mentawai, Sumatera Barat tertera 'for sale' yakni pulau Pulau Siloinak,
Makaroni, dan Kandui.Bahkan dari tiga pulau tersebut, satu diantaranya sudah
pernah ditawarkan ke asing yakni Pulau Siloinak, seharga US$ 1,6 juta. Pulau
tersebut dinilai memiliki pantai yang berpasir putih dan ombak yang menggulung-gulung,
ketiga pulau ini merupakan surga bagi pencinta surving kelas dunia.
Solusi Pertahanan dan Aksesibilitas di
Kawasan Perbatasan
Sebagai
konsekuensi terbatasnya sarana dan prasarana serta sumberdaya manusia di bidang
pertahanan dan keamanan (aparatur TNI/Polri) beserta kapal patrolinya, telah
menyebabkan lemahnya pengawasan di sepanjang garis perbatasan laut dan perairan
disekitar pulau-pulau terluar, sehingga mengakibatkan dampak negatif yang lebih
jauh dengan sering terjadinya pembajakan dan perompakan, penyelundupan senjata.
Upaya pemecahan masalah pertahanan ini adalah :
a.
Membangun
pos-pos keamanan lintas batas (CIQS) di pulau-pulau perbatasan.
b.
Melakukan koordinasi pemantauan keamanan antara
RI – negara tetangga (Malaysia, Singapura, Filifina, Timor Leste, dan lainnya).
c.
Pemberlakuan
kegiatan patroli keamanan laut di kawasa perbatasan dan pulau-pulau kecil
terpencil secara kontinyu.
Secara umum, pulau-pulau kecil terluar mengahadapi
permasalahan yang hampir serupa satu sama lain. Sebagian besar pulau-pulau
kecil terluar merupakan pulau terpencil dengan aksesibilitas yang rendah serta
tidak memiliki infrastruktur yang memadai. Minimnya aksesibilitas dari dan
keluar kawasan perbatasan wilayah merupakan salah satu factor yang turut
mendorong orientasi masyarakat yang cenderung berkiblat aktifitas sosial
ekonominya kenegara tetangga yang secara
jangka panjang dikhawatirkan akan memunculkan degradasi nasionalisme masyarakat
yang tinggal di perbatasan.Upaya untuk permasalahan aksesibilitas ke perbatasan
adalah :
a. Perlu adanya
kerjasama interdep dalam rangka membangun sarana dan prasarana seperti
transportasi, komunikasi, kelistrikan, pelayanan air bersih, serta sarana ekonomi (perbankan) di
perbatasan.
b. Pembangunan
terminal/pelabuhan laut antarnegara di pulau-pulau strategis.
c. Subsidi
angkutan perintis darat, laut, dan udara.
d.
Pengembangan pelabuhan dan pengadaan
fasilitas Sistem Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP)
e.
Membangun
dermaga-dermaga kecil di pulau-pulau yang tidak ada penghuninya yang pada
umumnya berupa pulau berbatu atau pulau karang, sehingga mudah untuk didarati
kapal.
Pemerintah
harus menegakkan Kedaulatan dan Pertahanan Teritorial Indonesia sebagai negara
maritim yang mampu mengelola seluruh sumber daya alamnya khususnya laut dan pulau-pulau kecil. Keterlibatan Pemerintah
Pusat, Pemda dan masyarakat perbatasan juga perlu dalam memelihara dan
mengawasi pilar (tugu) batas negara dan penambahan pilar-pilar baru guna
mengkukuhkan status daerah perbatasan dan pulau-pulau terluar. Perlu juga diadakannya
prioritas pembangunan, pemberdayaan dan pengawasan terhadap penduduk daerah
perbatasan dan pulau-pulau terpencil yang lebih dekat dengan pusat pemerintahan
dan permukiman negara tetangga. Untuk itu TNI/POLRI diharapkan mampu menjaga
stabilitas keamanan perbatasan dan laut Indonesia. Usaha kita semua adalah
kejayaan Bangsa Indonesia, JALESVEVA JAYAMAHE!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar