Senin, 27 Agustus 2012

Kedaulatan Perikanan Indonesia Masih Dijajah Jepang (Dinamika IJEPA)



Sejak penandatanganan perjanjian damai antara Indonesia dan Jepang pada tanggal 20 Januari 1958, hubungan kerjasama kedua negara terus meluas, dan berinovasi. Yang paling baru adalah disepakatinya kemitraan ekonomi antara Indonesia dan Jepang atau disebut dengan Indonesia-Japan Economics Partnership Agreement (IJEPA) pada 29 Agustus 2007. Departemen luar negeri Jepang menyebut IJEPA sebagai “babak baru bagi kerjasama ekonomi yang lebih luas aspeknya daripada pengaturan di WTO.” Sekaligus, sebagai upaya awal dalam menjawab sikap wait and see investor Jepang. Hal ini menjadi penting buat Jepang karena kesepakatan IJEPA yang mulai efektif berlaku pada 1 Juli 2008 tersebut, telah berhasil menjembatani agenda liberalisasi dan privatisasi dalam aspek perdagangan dan investasi yang lebih luas antara kedua negara.
Bagi pemerintah Indonesia, Jepang adalah mitra potensial yang penting. Hal ini di dasarkan atas sejumlah pertimbangan, diantaranya karena Jepang merupakan negara pemberi utang terbesar bagi Indonesia. Selain itu, Jepang juga merupakan mitra dagang terbesar bagi Indonesia. Setidaknya pada periode 2003-2007, Jepang merupakan negara tujuan ekspor utama dengan nilai tertinggi.  Nilai investasi Jepang di Indonesia juga menjadi pertimbangan lain. Dalam kurun 40 tahun terakhir, Jepang merupakan investor terbesar untuk Indonesia dan berpotensi mendongkrak perekonomian yang bersumber dari nilai investasi dan transaksi dagang.

-  Sejarah Perundingan dan Terbentuknya IJEPA

Perjanjian Kemitraan Ekonomi Indonesia dan Jepang (Indonesia Japan Economic Partnership Agreement) ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan PM Jepang Shinzo Abe pada tanggal 20 Agustus 2007. Semangat yang ditimbulkan dari perjanjian kemitraan ini adalah untuk meningkatkan ekspor Indonesia ke Jepang dan meningkatkan investasi Jepang di Indonesia. Sejarah mencatat kemitraan perdagangan bilateral antara Indonesia dan Jepang telah mulai dibicarakan oleh Presiden Megawati Soekarno Putri bersama PM Junichiro Koizumi di Tokyo, Jepang, tahun 2003. Puncaknya pasca pertemuan antara Menteri Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang dengan Menteri Perdagangan Marie Eka Pangestu pada tanggal 16 Desember 2004, disepakati pemebntukan kelompok studi bersama (Joint Study Group – JSG) untuk mengkaji hubungan ekonomi kedua negara. Joint Study Group ini pun mulai bekerja, diantaranya melalui pertemuan-pertemuan informal yang berlangsung antara Desember 2004 - Juli 2005. Perumusan tersebut disepakati pasca Pertemuan PM Koizumi dengan Wapres Jusuf Kalla pada tanggal 6 Januari 2005. Pihak Indonesia di wakili oleh unsur pemerintah, perwakilan pengusaha yang tergabung dalam KADIN (Kamar Dagang Indonesia), akademisi dan lembaga penelitian CSIS (Center for Strategic and International Studies). Prinsip dasar dari perundingan IJEPA ini sendiri adalah :
a.       Bersifat Single Undertaking
b.      Liberalisasi harus konsisten dengan XXIV GATT
c.       Berdasarkan line by line
d.      Negosiasi akses pasar dilakukan bersamaan
e.       Initial request and offwer mencakup seluruh tariff line
f.       Request didasarkan padaklasifikasi tariff mitra
g.      Base rate untuk Jepang tahun 2005, sedangkan Indonesia harus menunggu tahap kedua
h.      Kategori penurunan/penghapusan tariff bersifat liniear

Dari pertemuan tersebut diperoleh kesepakatan bersama untuk membentuk Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) secara paralel dengan negosiasi ASEAN-Japan yang dimulai tanggal 1 April 2005. Proses perundingan IJEPA dilaksanakan dalam mekanisme jalur cepat (fast track), bahkan perjanjian berlaku sejak ditandatangani. Secara resmi perjanjian ini dirundingkan sejak 2005, dengan 18 sesi pertemuan, 6 putaran perundingan, dan 12 pertemuan antarsesi. Pada tanggal 20 Agustus 2007, perjanjian ini ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan PM Shinzo Abe. Perjanjian ini berlaku aktif pada tanggal 1 Juli 2008, dengan tujuan :
a.       Memfasilitasi, mempromosikan, dan meliberalisasi perdagangan barang dan jasa antar negara peserta
b.      Meningkatkan kesempatan investasi, promosi, perlindungan pada investasi investor
c.       Memastikan perlindungan hak kekayaan intelektual dan menigkatkan transparansi dalam penyediaan barang pemerintah.

-  Sektor Kerjasama dalam IJEPA

Kerjasama IJEPA ini dibangun dengan tiga pilar yaitu :
·         Kerjasama (Coorperation)
Disepakatinya pengembangan kapasitas (capacity building) oleh Jepang kepada Indonesia, termasuk kerjasama lain diluar lingkup perdagangan
·         Fasilitasi
Disepakatinya kerjasama dan transparansi dalam beragam lingkup,diantaranya prosedur beacukai, kebijakan kompetisi, dst.
·         Liberalisasi
Pengurangan atau penghapusan batas dan hambatan perdagangan.
Secara Umum sektor industri, manufaktur, perikanan, dan pertanian yang dibawah IJEPA antara lain : produk perikanan (ikan, udang, tuna, dll), produk pertanian ( pisang, mangga, nanas, dll), hasil hutan ( kayu, dll), logam, mesin percetakan, komponen otomotif, baja, tekstil, produk kimia, makanan & minuman, dan pakaian.


Hubungan Indonesia-Jepang Dalam Instrumen Liberalisasi IJEPA
Sejujurnya IJEPA adalah sebuah upaya melakukan liberalisasi komprehensif antara dua negara yang memiliki hubungan yang bersifat sangat asimetris. Struktur perekonomian Jepang sebagai negara industry maju diperhadapkan dengan struktur ekonomi negara berkembang yang relative lemah seperti Indonesia. Bentuk hubungan semacam ini menempatkan Indonesia pada posisi selalu dirugikan. Tidak terkecuali pada sektor penting yaitu perikanan. Hal tersebut dapat dilihat diantaranya :
·         Biaya transportasi mahal
Infrastruktur adalah prasyarat untuk bersaing karena menyangkut aksesibilitas dan modal. Di Indonesia hanya baru memiliki pelabuhan muat barang sedangkan Jepang telah memiliki pelabuhan pengumpul. Lebih buruk lagi di Indonesia terkenal dengan pungutan liar.
·         Seleksi ketat tenaga kerja
Indonesia memiliki jumlah sumber daya manusia yang besar, disisi lain Jepang memerlukan tenaga kerja murah semi-terampil, khususnya disektor keperawatan. Menurunnya angka kelahiran memunculkan the aging society, sehingga dominasi masyarakat lanjut usia di Jepang. Meski demikian, mmelalui IJEPA, tidak serta merta penyerapan sumber daya manusia Indonesia dapat memanfaatkan peluang tersebut. Jepang melakukan seleksi ketat bagi perawat, mulai dari keilmuan hingga bahasa. Sementara, Indonesia terbentur biaya mahal dalm peningkatan sumber daya manusia yang handal.
·         Ketimpangan standar mutu dan teknologi
Sejak awal pada kesepakatan IJEPA telah menunjukkan ketidaksetaraan yang terkait dengan ketersediaan sumber daya dan standar mutu. Dalam hal sumber daya, teknologi canggih telah di dominasi oleh armada-armada Jepang dengan kemampuan jelajah dan kapasitas tangkap yang tinggi di bidang perikanan. Sedangkan Indonesia, sebagian besar masih di dominasi perahu motor kecil bahkan perahu dayung. Bahkan Indonesia pun belum memiliki basis manufaktur yang kokoh yang mampu menyerap dan meningkatkan nilai ekonomis komoditas perikanan. Alhasil, ekspor perikanan nasional hanya mengandalkan produk mentah dan belum diolah. Lain halnya dengan Jepang, dengan pasokan sumber daya manusia yang memadai negara ini telah menyiapkan basis manufaktur yang kuat untuk bersaing di pasar ekspor.

Sikap konsumen Jepang berpatok pada ideologi koku-san daichi (produk dalam negeri adalah nomor satu). Atas dasar itulah Jepang mengharuskan mitra dagangnya untuk mengikuti standar Jepang. Dengan demikian, produk Jepang dapat dipastikan dengan mudah diterima di pasar domestic Indonesia. Sebaliknya produk Indonesia kerpa kali ditolak karena dipandang tidak memenuhi standar Jepang.

Liberalisasi Pasar oleh Jepang Menghantui Indonesia

Dalam tujuan jelas disebutkan bahwa IJEPA memfasilitasi leberalisasi perdagangan dan jasa. Liberalisasi pasar yang disepakati ini sangat melemahkan perdagangan di Indonesia. Kelemahan tersebut dapa dilihat yaitu :
a.       IJEPA melarang adanya upaya untuk menyokong pengusaha domestik dengan pelarangan atas subsidi ekspor (pasal 22 tentang subsidi ekspor)
b.      IJEPA melarang adanya upaya untuk melindungi pasar domestik dengan tidak memperkenankan peraturan non tariff atas produk impor (pasal 23 tentang Aturan Non Tarif)

IJEPA menentang segala bentuk tindakan yang melanggar upaya-upaya kompetitif dan diskriminatif. Prioritas utama IJEPA adalh memberikan kesamaan kesempatan kepada perusahaan asing di pasar negara tuan rumah. Hal ini dapat menimbulkan monopoli dan dominasi perusahaan global. Perusahaan dalam negeri, terutama local kecil di paksa bersaing dengan perusahaan-perusahaan multinasional yang padat modal dan mendapat sokongan kekuasaan. IJEPA juga banya memperlakukan istimewa untuk kepentingan investor dengan permintaan yang sama dan adil terhadap investor Jepang. Terbukanya pintu masuk bagi produk asing negara lain seperti Jepang, merupakan sasaran empuk untuk skema belanja pemerintah terkait produk asing. Bahkan asas transparansi yang dipakai diputarbalikkan menjadi permainan dominasi kekuatan. Tender pengadaan barang harus dibuka kepada asing, sementara kapasitas produsen untuk bersaing dengan negara maju masih lemah. Dengan disepakatinya IJEPA ini maka Indonesia telah kehilangan peranti penting untuk melindungi kepentingan nasional termasuk kebutuhan rakyat maupun kebutuhan industri nasional.

Sektor yang dapat dikatakan berdampak sangat parah dalam proses liberalisasi Jepang melalui IJEPA ini adalah sektor perikanan. Kita tahu bahwa Indonesia adalah negara maritim dan agraris yang mayoritas matapencaharian penduduknya adalah nelayan dan petani. Penurunan tariff dan sejumlah kebijakan yang terkait dengan bahan mentah telah menguntungkan Jepang. Kita dapat melihat keuntungan Jepang yaitu :
-          Jaminan pasokan sumber daya perikanan dan pertanian murah
-          Menjamin terus berlangsungnya pasokan energi dari Indonesia, mengingat Indonesia merupakan supplier energy terbesar bagi Jepang
-          Suplai perikanan murah akan meningkatkan suplai protein, sekaligus kapasitas dan peluang Jepang untuk menghasilkan produk barang bernilai tambah tinggi.
-          Memperkuat posisi Jepang sebagai negara yang berbasis industri dan teknologi yang notabene sampai sekarang dibutuhkan oleh Indonesia.

Saat ini Indonesia tercatat sebagai negara pengekspor ikan terbesar ke Jepang, termasuk Tuna sirip biru dan udang. Jepang mengatur seluruh komoditi ekspor ikan Tuna dan udang Indonesia. Hal ini sangat menyedihkan sekali mengingat perikanan merupakan mata pencaharian serta potensinya sangat besar di Indonesia. Maka dari itu pemerintah harus menyingkapi IJEPA ini secara tegas, agar ekonomi kerakyatan tidak rusak akibat Liberalisasi yang ditimbulkan oleh IJEPA jikalau tidak ingin di jajah oleh Jepang untuk yang ke dua kalinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar