Sejak penandatanganan perjanjian damai antara Indonesia dan Jepang pada
tanggal 20 Januari 1958, hubungan kerjasama kedua negara terus meluas, dan
berinovasi. Yang paling baru adalah disepakatinya kemitraan ekonomi antara Indonesia
dan Jepang atau disebut dengan Indonesia-Japan Economics Partnership Agreement
(IJEPA) pada 29 Agustus 2007. Departemen luar negeri Jepang menyebut IJEPA
sebagai “babak baru bagi kerjasama ekonomi yang lebih luas aspeknya daripada
pengaturan di WTO.” Sekaligus, sebagai upaya awal dalam menjawab sikap wait and
see investor Jepang. Hal ini menjadi penting buat Jepang karena kesepakatan
IJEPA yang mulai efektif berlaku pada 1 Juli 2008 tersebut, telah berhasil
menjembatani agenda liberalisasi dan privatisasi dalam aspek perdagangan dan
investasi yang lebih luas antara kedua negara.
Bagi pemerintah Indonesia, Jepang adalah mitra potensial yang penting.
Hal ini di dasarkan atas sejumlah pertimbangan, diantaranya karena Jepang
merupakan negara pemberi utang terbesar bagi Indonesia. Selain itu, Jepang juga
merupakan mitra dagang terbesar bagi Indonesia. Setidaknya pada periode
2003-2007, Jepang merupakan negara tujuan ekspor utama dengan nilai tertinggi. Nilai investasi Jepang di Indonesia juga
menjadi pertimbangan lain. Dalam kurun 40 tahun terakhir, Jepang merupakan
investor terbesar untuk Indonesia dan berpotensi mendongkrak perekonomian yang
bersumber dari nilai investasi dan transaksi dagang.
- Sejarah Perundingan dan Terbentuknya IJEPA
Perjanjian Kemitraan Ekonomi Indonesia dan Jepang
(Indonesia Japan Economic Partnership Agreement) ditandatangani oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono dan PM Jepang Shinzo Abe pada tanggal 20 Agustus 2007.
Semangat yang ditimbulkan dari perjanjian kemitraan ini adalah untuk
meningkatkan ekspor Indonesia ke Jepang dan meningkatkan investasi Jepang di
Indonesia. Sejarah mencatat kemitraan perdagangan bilateral antara Indonesia
dan Jepang telah mulai dibicarakan oleh Presiden Megawati Soekarno Putri
bersama PM Junichiro Koizumi di Tokyo, Jepang, tahun 2003. Puncaknya pasca pertemuan
antara Menteri Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang dengan Menteri
Perdagangan Marie Eka Pangestu pada tanggal 16 Desember 2004, disepakati
pemebntukan kelompok studi bersama (Joint Study Group – JSG) untuk mengkaji
hubungan ekonomi kedua negara. Joint Study Group ini pun mulai bekerja,
diantaranya melalui pertemuan-pertemuan informal yang berlangsung antara
Desember 2004 - Juli 2005. Perumusan tersebut disepakati pasca Pertemuan PM
Koizumi dengan Wapres Jusuf Kalla pada tanggal 6 Januari 2005. Pihak Indonesia
di wakili oleh unsur pemerintah, perwakilan pengusaha yang tergabung dalam
KADIN (Kamar Dagang Indonesia), akademisi dan lembaga penelitian CSIS (Center
for Strategic and International Studies). Prinsip dasar dari perundingan IJEPA
ini sendiri adalah :
a. Bersifat
Single Undertaking
b. Liberalisasi
harus konsisten dengan XXIV GATT
c. Berdasarkan
line by line
d. Negosiasi
akses pasar dilakukan bersamaan
e. Initial
request and offwer mencakup seluruh tariff line
f. Request
didasarkan padaklasifikasi tariff mitra
g. Base
rate untuk Jepang tahun 2005, sedangkan Indonesia harus menunggu tahap kedua
h. Kategori
penurunan/penghapusan tariff bersifat liniear
Dari pertemuan tersebut diperoleh kesepakatan bersama
untuk membentuk Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) secara
paralel dengan negosiasi ASEAN-Japan yang dimulai tanggal 1 April 2005. Proses
perundingan IJEPA dilaksanakan dalam mekanisme jalur cepat (fast track), bahkan
perjanjian berlaku sejak ditandatangani. Secara resmi perjanjian ini
dirundingkan sejak 2005, dengan 18 sesi pertemuan, 6 putaran perundingan, dan
12 pertemuan antarsesi. Pada tanggal 20 Agustus 2007, perjanjian ini
ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan PM Shinzo Abe. Perjanjian
ini berlaku aktif pada tanggal 1 Juli 2008, dengan tujuan :
a. Memfasilitasi,
mempromosikan, dan meliberalisasi perdagangan barang dan jasa antar negara
peserta
b. Meningkatkan
kesempatan investasi, promosi, perlindungan pada investasi investor
c. Memastikan
perlindungan hak kekayaan intelektual dan menigkatkan transparansi dalam
penyediaan barang pemerintah.
- Sektor Kerjasama dalam IJEPA
Kerjasama IJEPA ini dibangun dengan tiga pilar yaitu :
·
Kerjasama (Coorperation)
Disepakatinya pengembangan kapasitas (capacity building) oleh Jepang
kepada Indonesia, termasuk kerjasama lain diluar lingkup perdagangan
·
Fasilitasi
Disepakatinya kerjasama dan transparansi dalam beragam
lingkup,diantaranya prosedur beacukai, kebijakan kompetisi, dst.
·
Liberalisasi
Pengurangan atau penghapusan batas dan hambatan perdagangan.
Secara Umum sektor industri, manufaktur, perikanan,
dan pertanian yang dibawah IJEPA antara lain : produk perikanan (ikan, udang,
tuna, dll), produk pertanian ( pisang, mangga, nanas, dll), hasil hutan ( kayu,
dll), logam, mesin percetakan, komponen otomotif, baja, tekstil, produk kimia,
makanan & minuman, dan pakaian.
Hubungan Indonesia-Jepang Dalam Instrumen
Liberalisasi IJEPA
Sejujurnya IJEPA adalah sebuah upaya melakukan
liberalisasi komprehensif antara dua negara yang memiliki hubungan yang
bersifat sangat asimetris. Struktur perekonomian Jepang sebagai negara industry
maju diperhadapkan dengan struktur ekonomi negara berkembang yang relative
lemah seperti Indonesia. Bentuk hubungan semacam ini menempatkan Indonesia pada
posisi selalu dirugikan. Tidak terkecuali pada sektor penting yaitu perikanan.
Hal tersebut dapat dilihat diantaranya :
·
Biaya transportasi mahal
Infrastruktur adalah prasyarat untuk bersaing karena menyangkut
aksesibilitas dan modal. Di Indonesia hanya baru memiliki pelabuhan muat barang
sedangkan Jepang telah memiliki pelabuhan pengumpul. Lebih buruk lagi di
Indonesia terkenal dengan pungutan liar.
·
Seleksi ketat tenaga kerja
Indonesia memiliki jumlah sumber daya manusia yang besar, disisi lain
Jepang memerlukan tenaga kerja murah semi-terampil, khususnya disektor
keperawatan. Menurunnya angka kelahiran memunculkan the aging society, sehingga dominasi masyarakat lanjut usia di
Jepang. Meski demikian, mmelalui IJEPA, tidak serta merta penyerapan sumber
daya manusia Indonesia dapat memanfaatkan peluang tersebut. Jepang melakukan
seleksi ketat bagi perawat, mulai dari keilmuan hingga bahasa. Sementara,
Indonesia terbentur biaya mahal dalm peningkatan sumber daya manusia yang
handal.
·
Ketimpangan standar mutu dan teknologi
Sejak awal pada kesepakatan IJEPA telah menunjukkan ketidaksetaraan yang
terkait dengan ketersediaan sumber daya dan standar mutu. Dalam hal sumber
daya, teknologi canggih telah di dominasi oleh armada-armada Jepang dengan
kemampuan jelajah dan kapasitas tangkap yang tinggi di bidang perikanan.
Sedangkan Indonesia, sebagian besar masih di dominasi perahu motor kecil bahkan
perahu dayung. Bahkan Indonesia pun belum memiliki basis manufaktur yang kokoh
yang mampu menyerap dan meningkatkan nilai ekonomis komoditas perikanan.
Alhasil, ekspor perikanan nasional hanya mengandalkan produk mentah dan belum
diolah. Lain halnya dengan Jepang, dengan pasokan sumber daya manusia yang
memadai negara ini telah menyiapkan basis manufaktur yang kuat untuk bersaing
di pasar ekspor.
Sikap konsumen Jepang berpatok pada ideologi koku-san daichi (produk dalam negeri
adalah nomor satu). Atas dasar itulah Jepang mengharuskan mitra dagangnya untuk
mengikuti standar Jepang. Dengan demikian, produk Jepang dapat dipastikan
dengan mudah diterima di pasar domestic Indonesia. Sebaliknya produk Indonesia
kerpa kali ditolak karena dipandang tidak memenuhi standar Jepang.
Liberalisasi Pasar oleh Jepang Menghantui
Indonesia
Dalam tujuan jelas disebutkan bahwa IJEPA
memfasilitasi leberalisasi perdagangan dan jasa. Liberalisasi pasar yang
disepakati ini sangat melemahkan perdagangan di Indonesia. Kelemahan tersebut
dapa dilihat yaitu :
a. IJEPA
melarang adanya upaya untuk menyokong pengusaha domestik dengan pelarangan atas
subsidi ekspor (pasal 22 tentang subsidi ekspor)
b. IJEPA
melarang adanya upaya untuk melindungi pasar domestik dengan tidak
memperkenankan peraturan non tariff atas produk impor (pasal 23 tentang Aturan
Non Tarif)
IJEPA menentang segala bentuk tindakan yang melanggar
upaya-upaya kompetitif dan diskriminatif. Prioritas utama IJEPA adalh
memberikan kesamaan kesempatan kepada perusahaan asing di pasar negara tuan
rumah. Hal ini dapat menimbulkan monopoli dan dominasi perusahaan global.
Perusahaan dalam negeri, terutama local kecil di paksa bersaing dengan perusahaan-perusahaan
multinasional yang padat modal dan mendapat sokongan kekuasaan. IJEPA juga
banya memperlakukan istimewa untuk kepentingan investor dengan permintaan yang
sama dan adil terhadap investor Jepang. Terbukanya pintu masuk bagi produk
asing negara lain seperti Jepang, merupakan sasaran empuk untuk skema belanja
pemerintah terkait produk asing. Bahkan asas transparansi yang dipakai
diputarbalikkan menjadi permainan dominasi kekuatan. Tender pengadaan barang
harus dibuka kepada asing, sementara kapasitas produsen untuk bersaing dengan
negara maju masih lemah. Dengan disepakatinya IJEPA ini maka Indonesia telah
kehilangan peranti penting untuk melindungi kepentingan nasional termasuk
kebutuhan rakyat maupun kebutuhan industri nasional.
Sektor yang dapat dikatakan berdampak sangat parah
dalam proses liberalisasi Jepang melalui IJEPA ini adalah sektor perikanan.
Kita tahu bahwa Indonesia adalah negara maritim dan agraris yang mayoritas
matapencaharian penduduknya adalah nelayan dan petani. Penurunan tariff dan
sejumlah kebijakan yang terkait dengan bahan mentah telah menguntungkan Jepang.
Kita dapat melihat keuntungan Jepang yaitu :
-
Jaminan pasokan sumber daya perikanan dan
pertanian murah
-
Menjamin terus berlangsungnya pasokan energi
dari Indonesia, mengingat Indonesia merupakan supplier energy terbesar bagi
Jepang
-
Suplai perikanan murah akan meningkatkan suplai
protein, sekaligus kapasitas dan peluang Jepang untuk menghasilkan produk
barang bernilai tambah tinggi.
-
Memperkuat posisi Jepang sebagai negara yang
berbasis industri dan teknologi yang notabene sampai sekarang dibutuhkan oleh
Indonesia.
Saat ini Indonesia tercatat sebagai negara pengekspor
ikan terbesar ke Jepang, termasuk Tuna sirip biru dan udang. Jepang mengatur
seluruh komoditi ekspor ikan Tuna dan udang Indonesia. Hal ini sangat
menyedihkan sekali mengingat perikanan merupakan mata pencaharian serta
potensinya sangat besar di Indonesia. Maka dari itu pemerintah harus
menyingkapi IJEPA ini secara tegas, agar ekonomi kerakyatan tidak rusak akibat
Liberalisasi yang ditimbulkan oleh IJEPA jikalau tidak ingin di jajah oleh
Jepang untuk yang ke dua kalinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar