Jumat, 25 Mei 2012

Sarung Cahaya (puisi)

Lunglai lagu yang ku dengar di ruang gelap.
Membuat nadir jantungku terasa berdetak stabil.
Butiran keringat basah terasa di perut besarku.
Menemani tatap kedua bola mataku di layar kaca.

Entah apa yang kupikirkan saat ini sobat?

Bola salju yang besar terlihat jelas di imajinasiku.
Bahkan badan ini sanggup berjalan tenang di atas air yang berombak.
Sungguh serasa berayun-ayun di padang tundra ditemani mata-mata citah.

Terkadang aku heran melihat para Singa jantan merajai kelompok hutan.

Dengan cara seekor ular dan juga tikus hutan mereka bergolek ria.
Apakah aku salah pandangan?
Tetapi aku tumbuh pun bersama-sama dengan mereka disana.

Seperti terkurung dalam cerobong asap yang berdebu.

Terlihat kabur dan bingung mau ke arah mana.
Lebih baik ku ikuti cara Anjing yang diasuh oleh pemiliknya?
Ataukah aku memilih cara kucing yang bermusafir di tepi jalan raya?

Ah...semua sama saja!

Tak ada yang luar biasa.
Kecuali hanya mengikuti jalan yang penuh dengan kelembutan dan harapan.
Ya, Engkau dan kamu yang memperhatikan dan menjaga hembus nafas ini.

Nikmat hari ini adalah luka di kemudian hari.

Aku harus kembali pada awal jati diri.
Gelombang kosong tak menghasilkan sebuah intonasi.
Sarung Cahaya kubuka dengan hati nurani.


by :  Mr. Valdemar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar